- Back to Home »
- Hukum puasa asyuro
Posted by : ahmad adzkiya
Rabu, 21 November 2012
بِسْــــــــــــــــــمِ
اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Sebagaian
kalangan ada yang mempermasalahkan berpuasa pada hari Sabtu. Terutama jika
puasa Arofah, puasa Asyuro atau puasa Syawal bertepatan dengan hari Sabtu.
Apakah boleh berpuasa ketika itu? Semoga pembahasan berikut bisa menjawab
keraguan yang ada.
Larangan Puasa Hari Sabtu
Mengenai larangan berpuasa
pada hari Sabtu disebutkan dalam hadits,
لاَ تَصُومُوا
يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ
“Janganlah
engkau berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan bagi kalian.”[1] Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini mansukh (telah dihapus). Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa
hadits ini hasan.
Beberapa Puasa Ada yang
Dilakukan pada Hari Sabtu
Pertama: Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sering melakukan puasa pada
hari Sabtu dan Ahad.
Dari Ummu Salamah, ia
berkata,
كان
أكثر صومه السبت و الأحد و يقول : هما يوما عيد المشركين فأحب أن أخالفهم
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad.” Beliau pun berkata, “Kedua hari tersebut adalah hari
raya orang musyrik, sehingga aku pun senang menyelisihi mereka.”[2]
Kedua: Boleh berpuasa pada
Hari Jum’at dan Sabtu.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada
salah satu istrinya yang berpuasa pada hari Jum’at,
« أَصُمْتِ أَمْسِ » . قَالَتْ لاَ . قَالَ «
تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِى غَدًا » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « فَأَفْطِرِى »
“Apakah
kemarin (Kamis) engkau berpuasa?”
Istrinya mengatakan, “Tidak.”
Kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Apakah
engkau ingin berpuasa besok (Sabtu)?”
Istrinya mengatakan, “Tidak.” “Kalau begitu hendaklah engkau
membatalkan puasamu”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.[3]
Ketiga: Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam membolehkan berpuasa pada
hari Jum’at asalkan diikuti puasa pada hari sesudahnya (hari Sabtu).Dari Abu
Hurairah, ia mengatakan,
نهى
رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم يوم الجمعة إلا بيوم قبله أو يوم بعده .
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada hari Jum’at kecuali
apabila seseorang berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya.”[4] Dan hari sesudah Jum’at adalah hari Sabtu.
Keempat: Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam banyak melakukan puasa di
bulan Sya’ban dan pasti akan bertemu dengan hari Sabtu.
Kelima: Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk melakukan puasa
Muharram dan kadangkala bertemu dengan hari Sabtu.
Keenam: Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa enam hari di bulan
Syawal setelah sebelumnya berpuasa Ramadhan. Ini juga bisa bertemu dengan hari
Sabtu.
Ketujuh: Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa pada ayyamul biid
(13, 14, dan 15 Hijriyah) setiap bulannya dan kadangkala juga akan bertemu
dengan hari Sabtu.
Dan masih banyak hadits yang
menceritakan puasa pada hari Sabtu.[5]
Dari hadits yang begitu
banyak (mutawatir), Al Atsrom membolehkan
berpuasa pada hari Sabtu. Pakar ‘ilal hadits (yang mengetahui seluk beluk cacat
hadits), yaitu Yahya bin Sa’id enggan memakai hadits larangan berpuasa pada
hari Sabtu dan beliau enggan meriwayatkan hadits itu. Ha ini menunjukkan lemahnya
(dho’ifnya) hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu.[6]
Murid Imam Ahmad –Al Atsrom
dan Abu Daud- menyatakan bahwa pendapat tersebut dimansukh (dihapus). Sedangkan
ulama lainnya mengatakan bahwa hadits ini syadz, yaitu menyelisihi hadits yang lebih kuat.[7]
Namun kebanyakan pengikut
Imam Ahmad memahami bahwa Imam Ahmad mengambil dan mengamalkan hadits larangan
berpuasa pada hari Sabtu, kemudian mereka pahami bahwa larangan yang
dimaksudkan adalah jika puasa hari Sabtu tersebut bersendirian. Imam Ahmad
ditanya mengenai berpuasa pada hari Sabtu. Beliau pun menjawab bahwa boleh
berpuasa pada hari Sabtu asalkan diikutkan dengan hari sebelumnya.[8]
Kesimpulan:
1.
Ada
ulama yang menilai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah lemah
(dho’if) dan hadits tersebut tidak diamalkan. Dari sini, boleh berpuasa pada
hari Sabtu.
2.
Sebagian
ulama lainnya menilai bahwa hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah jayid (boleh jadi shahih atau hasan). Namun yang mereka pahami, puasa hari Sabtu hanya terlarang
jika bersendirian. Bila diikuti dengan puasa sebelumnya pada hari Jum’at, maka
itu dibolehkan.[9]
Rincian Berpuasa pada Hari
Sabtu
Dari penjelasan di atas,
kesimpulan yang paling bagus jika kita mengatakan bahwa puasa hari Sabtu
diperbolehkan jika tidak bersendirian. Sangat bagus sekali jika hal ini lebih
dirinci lagi. Rincian yang sangat bagus mengenai hal ini telah dikemukakan oleh
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin sebagai berikut.
Keadaan pertama: Puasa pada
hari Sabtu dihukumi wajib seperti berpuasa pada hari Sabtu di bulan Ramadhan,
mengqodho’ puasa pada hari Sabtu, membayar kafaroh (tebusan), atau mengganti hadyu
tamattu’ dan semacamnya. Puasa seperti ini tidaklah
mengapa selama tidak meyakini adanya keistimewaan berpuasa pada hari tersebut.
Keadaan kedua: Jika berpuasa
sehari sebelum hari Sabtu, maka ini tidaklah mengapa. Sebagaimana Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada
salah satu istrinya yang berpuasa pada hari Jum’at,
« أَصُمْتِ أَمْسِ » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « تُرِيدِينَ
أَنْ تَصُومِى غَدًا » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « فَأَفْطِرِى »
“Apakah
kemarin (Kamis) engkau berpuasa?”
Istrinya mengatakan, “Tidak.”
Kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Apakah
engkau ingin berpuasa besok (Sabtu)?”
Istrinya mengatakan, “Tidak.” “Kalau begitu hendaklah engkau
membatalkan puasamu”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.[10]
Perkataan beliau “Apakah
engkau berpuasa besok (Sabtu)?”, ini
menunjukkan bolehnya berpuasa pada hari Sabtu asalkan diikuti dengan berpuasa
pada hari Jum’at.
Keadaan ketiga: Berpuasa pada
hari Sabtu karena hari tersebut adalah hari yang disyari’atkan untuk berpuasa.
Seperti berpuasa pada ayyamul bid (13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), berpuasa pada hari
Arofah, berpuasa ‘Asyuro (10 Muharram), berpuasa enam hari di bulan Syawal
setelah sebelumnya berpuasa Ramadhan, dan berpuasa selama sembilan hari di bulan
Dzulhijah. Ini semua dibolehkan. Alasannya, karena puasa yang dilakukan
bukanlah diniatkan berpuasa pada hari Sabtu. Namun puasa yang dilakukan
diniatkan karena pada hari tersebut adalah hari disyari’atkan untuk berpuasa.
Keadaan keempat: Berpuasa
pada hari sabtu karena berpuasa ketika itu bertepatan dengan kebiasaan puasa
yang dilakukan, semacam berpapasan dengan puasa Daud –sehari berpuasa dan
sehari tidak berpuasa-, lalu ternyata bertemu dengan hari Sabtu, maka itu
tidaklah mengapa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai puasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan dan
tidak terlarang berpuasa ketika itu jika memang bertepatan dengan kebiasaan
berpuasanya .
Keadaan kelima: Mengkhususkan
berpuasa sunnah pada
hari Sabtu dan tidak diikuti berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya. Inilah
yang dimaksudkan larangan berpuasa pada hari Sabtu, jika memang hadits yang membicarakan
tentang hal ini shahih. –Demikian penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al
‘Utsaimin-[11]
Keterangan Al Lajnah Ad Da-imah
(Komisi Fatwa di Saudi Arabia) Mengenai Puasa pada Hari Sabtu
Berikut Fatwa Al Lajnah Ad
Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’.
Pertanyaan:
Kebanyakan orang di negeri
kami berselisih pendapat tentang puasa di hari Arofah yang jatuh pada hari
Sabtu untuk tahun ini. Di antara kami ada yang berpendapat bahwa ini
adalah hari Arofah dan kami berpuasa karena bertemu hari Arofah bukan karena
hari Sabtu yang terdapat larangan berpuasa ketika itu. Ada pula sebagian kami
yang enggan berpuasa ketika itu karena hari Sabtu adalah hari yang terlarang
untuk diagungkan untuk menyelisihi kaum Yahudi. Aku sendiri tidak berpuasa
ketika itu karena pilihanku sendiri. Aku pun tidak mengetahui hukum syar’i
mengenai hari tersebut. Aku pun belum menemukan hukum yang jelas mengenai
hal ini. Mohon penjelasannya.
Jawaban:
Boleh berpuasa Arofah pada
hari Sabtu atau hari lainnya, walaupun tidak ada puasa pada hari sebelum atau
sesudahnya, karena tidak ada beda dengan hari-hari lainnya. Alasannya karena
puasa Arofah adalah puasa yang berdiri sendiri. Sedangkan hadits yang melarang puasa pada hari
Sabtu adalah hadits yang lemah karena mudhtorib dan menyelisihi hadits yang
lebih shahih.
Hanya Allah yang memberi
taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Yang menandatangani fatwa
ini: ‘Abdullah bin Ghodyan sebagai anggota, ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil
Ketua, ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai Ketua.[12]
Demikian pembahasan kami yang
singkat ini. Semoga dengan pembahasan ini dapat menghilangkan keraguan yang
selama ini ada mengenai berpuasa pada hari Sabtu. Semoga bisa menjadi ilmu yang
bermanfaat.
Segala
puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.